بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا اَنْ يَّنْكِحَ الْمُحْصَنٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ فَمِنْ مَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ مِّنْ فَتَيٰتِكُمُ الْمُؤْمِنٰتِۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِكُمْ ۗ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍۚ فَانْكِحُوْهُنَّ بِاِذْنِ اَهْلِهِنَّ وَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ مُحْصَنٰتٍ غَيْرَ مُسٰفِحٰتٍ وَّلَا مُتَّخِذٰتِ اَخْدَانٍ ۚ فَاِذَآ اُحْصِنَّ فَاِنْ اَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنٰتِ مِنَ الْعَذَابِۗ ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۗ وَاَنْ تَصْبِرُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ﴿٢٥﴾
wa mal lam yastaṭi' mingkum ṭaulan ay yangkiḥal-muḥṣanātil-mu`mināti fa mimmā malakat aimānukum min fatayātikumul-mu`mināt, wallāhu a'lamu bi`īmānikum, ba'ḍukum mim ba'ḍ, fangkiḥụhunna bi`iżni ahlihinna wa ātụhunna ujụrahunna bil-ma'rụfi muḥṣanātin gaira musāfiḥātiw wa lā muttakhiżāti akhdān, fa iżā uḥṣinna fa in ataina bifāḥisyatin fa 'alaihinna niṣfu mā 'alal-muḥṣanāti minal-'ażāb, żālika liman khasyiyal-'anata mingkum, wa an taṣbirụ khairul lakum, wallāhu gafụrur raḥīm
Dan barangsiapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka (dihalalkan menikahi perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu. Sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam-Hawa), karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. Apabila mereka telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), maka (hukuman) bagi mereka setengah dari apa (hukuman) perempuan-perempuan merdeka (yang tidak bersuami). (Kebolehan menikahi hamba sahaya) itu, adalah bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan dalam menjaga diri (dari perbuatan zina). Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Tafsir Surah An-Nisa` Ayat: 25
Allahﷻ berfirman:
وَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا
( Dan barang siapa di antara kalian (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya. ) (An-Nisa, 4:25)
Yakni tidak mempunyai kemampuan dan kemudahan.
اَنْ يَّنْكِحَ الْمُحْصَنٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ
( untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman. ) (An-Nisa, 4:25)
Yaitu wanita yang merdeka, terpelihara kehormatannya lagi mukminah.
*Ibnu Wahb mengatakan bahwa Abdul Jabbar telah menceritakan kepadaku dari Rabi'ah sehubungan dengan firman-Nya: ( Dan barang siapa di antara kalian (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka. ) (An-Nisa, 4:25) Menurut Rabi'ah, yang dimaksud dengan THAULAN ialah kesukaan, yakni ia boleh menikahi budak perempuan, jika memang dia suka kepadanya.
*Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir, kemudian ia mengomentari pendapat ini dengan komentar yang buruk, bahkan menyanggahnya.
فَمِنْ مَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ مِّنْ فَتَيٰتِكُمُ الْمُؤْمِنٰتِ
( maka ia boleh mengawini wanita yang beriman dari budak-budak yang kalian miliki. ) (An-Nisa, 4:25)
*Dengan kata lain, kawinilah olehmu budak-budak wanita yang beriman yang dimiliki oleh orang-orang mukmin, mengingat firman Allah menyebutkan: ( dari budak-budak wanita kalian yang beriman. ) (An-Nisa, 4:25)
*Menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya, hendaklah dia mengawini budak-budak perempuan kaum mukmin. Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi dan Muqatil ibnu Hayyan.
*Kemudian disebutkan jumlah mu'taridah (kalimat sisipan) melalui firman-Nya:
وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِكُمْ بَعْضُكُمْ مِّنْ بَعْضٍ
( Allah mengetahui keimanan kalian; sebagian kalian adalah dari sebagian yang lain. ) (An-Nisa, 4:25)
*Dia mengetahui semua hakikat segala perkara dan rahasia-rahasianya, dan sesungguhnya bagi kalian, hai manusia, hanyalah yang lahiriah saja dari perkara-perkara tersebut.
Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
فَانْكِحُوْهُنَّ بِاِذْنِ اَهْلِهِنَّ
( karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuannya. ) (An-Nisa, 4:25)
*Hal ini menunjukkan bahwa tuan yang memiliki budak adalah sebagai walinya; seorang budak perempuan tidak boleh nikah kecuali dengan seizin tuannya. Demikianlah pula halnya si tuan merupakan wali dari budak lelakinya; seorang budak lelaki tidak diperkenankan kawin tanpa seizin tuannya. Seperti disebutkan di dalam sebuah hadis yang mengatakan:
اَيُّمَا عَبْدٍ تَزَوَّجَ بِغَيْرِ اِذْنِ مَوَالِيْهِ فَهُوَ عَاهِرٌ
( Siapa pun budaknya kawin tanpa seizin tuan-tuannya, maka dia adalah seorang pezina. )
*Apabila tuan seorang budak perempuan adalah seorang wanita, maka si budak perempuan dikawinkan oleh orang yang mengawinkan tuannya dengan seizin si tuan, berdasarkan kepada sebuah hadis yang mengatakan:
لَا تُزَوِّجُ الْمَرْاَةُ الْمَرْاَةَ وَلَا الْمَرْاَةُ نَفْسَهَا فَاِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِيْ تُزَوِّجُ نَفْسَهَا
( Wanita tidak boleh mengawinkan wanita lainnya, dan wanita tidak boleh mengawinkan dirinya sendiri, karena sesungguhnya perempuan pezina adalah wanita yang mengawinkan dirinya sendiri. )
*******
Firman Allahﷻ:
وَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
( dan berilah mas kawinnya menurut yang patut. ) (An-Nisa, 4:25)
*Artinya, bayarkanlah oleh kalian mas kawin mereka dengan cara yang makruf, dengan kerelaan hati kalian; dan janganlah kalian mengurangi mas kawinnya karena meremehkan mereka karena mereka adalah budak-budak perempuan yang dimiliki.
*******
Firman Allahﷻ:
مُحْصَنٰتٍ
( yang memelihara kehormatannya. ) (An-Nisa, 4:25)
Yaitu menjaga dirinya dari perbuatan zina dan tidak pernah melakukannya. Karena itu, disebutkan dalam firman selanjutnya:
غَيْرَ مُسٰفِحٰتٍ
( bukan pezina. ) (An-Nisa, 4:25)
*Yang dimaksud dengan MUSĀFIHĀT ialah wanita-wanita tuna susila yang tidak pernah menolak lelaki yang hendak berbuat keji terhadap dirinya.
*******
Firman Allahﷻ:
وَلَا مُتَّخِذٰتِ اَخْدَانٍ
( dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. ) (An-Nisa, 4:25)
*Menurut Ibnu Abbas, makna MUSĀFIHĀT ialah wanita tuna susila yang terang-terangan, yakni mereka yang tidak pernah menolak lelaki yang hendak berbuat mesum terhadap dirinya.
*Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan firman-Nya: ( dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. ) (An-Nisa, 4:25) Yakni laki-laki piaraan.
*Hal yang sama dikatakan menurut riwayat Abu Hurairah, Mujahid, Asy-Sya'bi, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, Yahya ibnu Abu Kasir, Muqatil ibnu Hayyan, dan As-Saddi; mereka semuanya mengatakan, yang dimaksud adalah laki-laki piaraan.
*Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ( muttakhidzaati akhdaan ) ialah wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai temannya.
*Ad-Dahhak pernah pula mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: ( dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. ) (An-Nisa, 4:25) Yaitu wanita yang mempunyai laki-laki yang ia setujui (yakni kumpul kebo). Allahﷻ melarang hal tersebut, yakni mengawini wanita seperti itu selagi si wanita masih tetap dalam keadaan demikian.
*******
Firman Allahﷻ:
فَاِذَآ اُحْصِنَّ فَاِنْ اَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنٰتِ مِنَ الْعَذَابِ
( dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. ) (An-Nisa, 4:25)
*Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan bacaan AHSHANNA; sebagian dari mereka membacanya UHSHINNA dalam bentuk mabni majhul, dan sebagian yang lain membacanya AHSHANNA sebagai fi'il yang lazim.
*Kemudian disimpulkan bahwa makna kedua qiraah tersebut sama saja, tetapi mereka berbeda pendapat sehubungan dengan makna; pendapat mereka terangkum ke dalam dua pendapat, yaitu:
*(|Pertama,|) yang dimaksud dengan ihsan dalam ayat ini ialah Islam. Hal tersebut diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Anas, Al-Aswad ibnu Yazid, Zurr ibnu Hubaisy, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Ibrahim An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, dan As-Saddi.
*Az-Zuhri meriwayatkan pendapat yang sama dari Umar ibnul Khattab, predikatnya munqati'.
*Pendapat inilah yang dinaskan oleh Imam Syafi'i dalam riwayat Ar-Rabi'. Ia mengatakan, "Sesungguhnya kami mengatakan pendapat ini semata-mata berlandaskan kepada sunnah dan ijma' kebanyakan ahlul 'ilmi.
*Ibnu Abu Hatim meriwayatkan sehubungan dengan masalah ini sebuah hadis marfu'. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari ayahnya, dari Abu Hamzah, dari Jabir, dari seorang lelaki, dari Abu Abdur Rahman, dari Ali ibnu Abu Talib, bahwa Rasulullahﷺ sehubungan dengan firman-Nya: ( dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin. ) (An-Nisa, 4:25) pernah bersabda menafsirkannya: "Ihsan seorang wanita ialah bila ia masuk Islam dan memelihara kehormatannya.
*Ibnu Abu Hatim mengatakan, yang dimaksud dengan IHSHAN dalam ayat ini ialah kawin. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Ali mengatakan, "Deralah mereka (budak-budak wanita yang berzina). Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hadis ini munkar.
*Menurut kami, dalam sanad hadis ini terkandung kelemahan, di dalamnya terdapat seorang perawi yang tidak disebutkan namanya; hadis seperti ini tidak layak dijadikan sebagai hujah (pegangan).
*Al-Qasim dan Salim mengatakan, yang dimaksud dengan IHSHAN ialah bila ia masuk Islam dan memelihara kehormatannya.
*(|Kedua,|) menurut pendapat lain makna yang dimaksud dengan ihsan dalam ayat ini ialah kawin.
*Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Tawus, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya.
*Pendapat ini dinukil oleh Abu Ali At-Tabari di dalam kitabnya yang berjudul Al-Idah, dari Imam Syafi'i, menurut apa yang diriwayatkan oleh Abul Hakam ibnu Abdul Hakam dari Imam Syafi'i.
*Lais ibnu Abu Sulaim meriwayatkan dari Mujahid, bahwa ihsan seorang budak wanita ialah bila dikawini oleh lelaki merdeka; dan sebaliknya ihshan seorang budak laki-laki ialah bila dikawini oleh wanita merdeka. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Kedua-duanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Asy-Sya'bi dan An-Nakha'i.
*Menurut pendapat lain, makna kedua bacaan tersebut berbeda. Orang yang membaca UHSHINNA, makna yang dimaksud ialah kawin. Dan orang yang membaca AHSHANNA, makna yang dimaksud ialah Islam. Pendapat kedua ini dipilih dan didukung oleh Abu Ja'far ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.
*Pendapat yang kuat -hanya Allah yang mengetahui- bahwa makna yang dimaksud dengan IHSHAN dalam ayat ini ialah nikah, karena konteks ayat menunjukkan kepada pengertian tersebut, mengingat Allahﷻ telah berfirman:
وَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا اَنْ يَّنْكِحَ الْمُحْصَنٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ فَمِنْ مَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ
( Dan barang siapa di antara kalian (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kalian miliki. ) (An-Nisa, 4:25)
*Konteks ayat ini menunjukkan pembicaraan tentang wanita-wanita yang beriman. Dengan demikian, makna ihsan dalam ayat ini hanya menunjukkan pengertian kawin, seperti tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas dan lain-lainnya.
*Pada garis besarnya masing-masing dari kedua pendapat di atas masih mengandung kemusykilan (kesulitan) menurut pendapat jumhur ulama. Dikatakan demikian karena mereka mengatakan bahwa sesungguhnya budak wanita itu apabila berbuat zina dikenai hukuman dera sebanyak lima puluh kali, baik ia muslimah ataupun kafirah, dan baik sudah kawin ataupun masih gadis. Padahal pengertian ayat menunjukkan bahwa tiada hukuman had kecuali terhadap wanita yang sudah kawin berbuat zina, sedangkan dia bukan budak.