بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ ﴿٣﴾
allażīna yu`minụna bil-gaibi wa yuqīmụnaṣ-ṣalāta wa mimmā razaqnāhum yunfiqụn
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka,
Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat: 3
*Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Al-Ala ibnu Musayyab ibnu Rafi, dari Abu Ishaq, dari Abu Ahwas, dari Abdullah (Ibnu Mas'ud) yang pernah mengatakan bahwa iman ialah percaya.
*Ali Ibnu Abu Talhah dan lain-lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas£ yang mengatakan bahwa orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang percaya (membenarkan).
*Ma'mar mengatakan dari Az-Zuhri bahwa iman ialah amal.
*Abu Ja'far Ar-Razi mengatakan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, bahwa orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang takut (kepada Allahﷻ)
*Ibnu Jarir mengatakan, "Yang lebih utama bila mereka menggambarkan keimanan terhadap masalah yang gaib secara ucapan, keyakinan, dan perbuatan; dan adakalanya takut kepada Allah termasuk ke dalam pengertian iman yang intinya ialah membenarkan ucapan dengan perbuatan. Iman adalah suatu istilah yang mencakup pengertian iman kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Dan pembenaran pengakuan dibuktikan dengan perbuatan.
*Menurut pendapat kami, iman secara makna lugawi (bahasa) berarti percaya secara tulus. Akan tetapi, adakalanya di dalam Al-Qur'an digunakan untuk pengertian tersebut, sebagaimana yang terdapat di dalam firman-Nya:
يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
( Ia beriman kepada Allah dan mempercayai orang-orang mukmin. ) (At-Taubah, 9:61)
*Demikian pula yang dikatakan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf kepada ayah mereka, yang hal ini disitir oleh firman-Nya:
وَمَآ اَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَّنَا وَلَوْ كُنَّا صٰدِقِيْنَ
( Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar. ) (Yusuf, 12:17)
*Demikian pula maknanya bila dibarengi amal perbuatan, sebagaimana yang terdapat di dalam firman-Nya:
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
( kecuali orang-orang yang percaya dan mengerjakan amal saleh. ) (At-Tin, 95:6)
*Jika digunakan secara mutlak, maka iman yang dikehendaki oleh syara' ialah yang mencakup tiga unsur, yaitu keyakinan, ucapan, dan perbuatan. Demikian menurut sebagian besar imam. Bahkan menurut riwayat Imam Syafi'i, Imam Ahmad ibnu Hambal, dan Abu Ubaidah serta ulama lainnya, ijma' dengan pengertian seperti berikut: Iman adalah ucapan dan perbuatan serta dapat bertambah dan berkurang. Banyak hadis dan asar yang menerangkan pengertian ini, yang secara tersendiri telah dikemukakan di dalam permulaan Syarah Bukhari.
*Di antara mereka ada yang menafsirkannya dengan makna takut kepada Allah, sebagaimana makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ
( (yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedangkan mereka tidak melihat-Nya. ) (Al-Anbiya, 21:49)
مَنْ خَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِ وَجَاۤءَ بِقَلْبٍ مُّنِيْبٍ
( (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sedangkan Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat. ) (Qaf, 50:33)
*AL KHASY-YAH atau takut kepada Allah merupakan kesimpulan dari iman dan ilmu, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُا
( Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. ) (Fathir, 35:28)
*Sebagian ulama mengatakan bahwa mereka beriman kepada yang gaib (tidak kelihatan) sebagaimana mereka beriman kepada yang kelihatan, dan keadaan mereka tidaklah seperti yang disebut di dalam firman Allahﷻ mengenai perihal orang-orang munafik, yaitu:
وَاِذَا لَقُوا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قَالُوْٓا اٰمَنَّا وَاِذَا خَلَوْا اِلٰى شَيٰطِيْنِهِمْ قَالُوْٓا اِنَّا مَعَكُمْ اِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِءُوْنَ
( Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang beriman, mereka mengatakan, "Kami telah beriman. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian, kami hanya berolok-olok. ) (Al-Baqarah, 2:14)
اِذَا جَاۤءَكَ الْمُنٰفِقُوْنَ قَالُوْا نَشْهَدُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُ اللّٰهِ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُهٗ وَاللّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَكٰذِبُوْنَ
( Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar yang pendusta. ) (Al-Munafiqun, 63:1)
*Berdasarkan pengertian ini berarti lafaz ( bil ghaibi ) berkedudukan sebagai hal (keterangan keadaan), yaitu sekalipun keadaan mereka tidak kelihatan oleh orang banyak (yakni sendirian).
*Mengenai yang dimaksud dengan AL-GHAIB dalam ayat ini, ungkapan ulama salaf mengenainya berbeda-beda, tetapi semuanya benar; mengingat bila disimpulkan dari semuanya, maka yang tersimpul adalah makna yang dimaksud.
*Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abu Aliyah sehubungan dengan firman-Nya: ( (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, ) (Al-Baqarah, 2:3) menurut Abul Aliyah, makna yang dimaksud ialah mereka beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian, surga dan neraka-Nya, bersua dengan-Nya; juga beriman kepada kehidupan sesudah mati dan hari berbangkit. Semua itu merupakan hal yang gaib (tidak kelihatan). Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah ibnu Di'amah.
*As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, keduanya menerimanya dari Ibnu Abbas. As-Saddi juga meriwayatkannya dari Murrah Al-Hamadani, dari Ibnu Mas'ud, dan dari sejumlah sahabat Nabiﷺ, bahwa AL-GHAIB ialah hal-hal yang tidak kelihatan oleh hamba-hamba Allah, seperti masalah surga, neraka, dan semua hal yang disebutkan di dalam Al-Qur'an.
*Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa makna AL-GHAIB ialah hal-hal yang didatangkan oleh Allah.
*Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Asim, dari Zurr yang mengatakan bahwa AL-GHAIB artinya Al-Qur'an.
*Ata ibnu Abu Rabah mengatakan bahwa orang yang beriman kepada Allah berarti beriman kepada yang gaib (tidak kelihatan).
*Ismail ibnu Abu Khalid mengatakan bahwa mereka yang beriman kepada yang gaib ialah mereka yang beriman sesudah masa Islam (masa Nabi dan para sahabat).
*Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa orang-orang yang beriman kepada yang gaib ialah yang beriman kepada takdir.
*Semua saling berdekatan dalam hal pengertian, mengingat pada garis besarnya semua itu kembali kepada makna gaib yang harus diimani.
*Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Imarah ibnu Umair, dari Abdur Rahman ibnu Yazid yang mengatakan, "Ketika kami berada di hadapan Abdullah ibnu Mas'ud duduk bersamanya. Lalu kami menceritakan perihal sahabat-sahabat Nabiﷺ dan semua amal perbuatan mereka yang mendahului kami. Maka Abdullah ibnu Mas'ud berkata, "Sesungguhnya perkara Muhammadﷺ adalah jelas bagi orang yang melihatnya. Demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada seorang pun yang memiliki iman lebih afdal daripada iman tanpa melihat, kemudian dia membacakan firman-Nya:
الۤمّۤ ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
( Alif lam mim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib -sampai dengan firman-Nya- orang-orang yang beruntung. ) (Al-Baqarah, 2:1 sampai 2:5)
*Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, Ibnu Murdawaih, dan Imam Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak-nya melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Imam Hakim mengatakan, asar ini berpredikat sahih dengan syarat Syahihain, sedangkan keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
*Hadis semisal diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dia menyebutkan bahwa, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepadaku Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Asad ibnu Abdur Rahman, dari Khalid ibnu Duraik, dari Ibnu Muhairiz yang mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Abu Jum'ah, "Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang engkau dengar dari Rasulullahﷺ Abu Jum'ah menjawab, "Ya, aku akan menceritakan kepadamu suatu hadis yang baik, yaitu: Kami makan siang bersama Rasulullahﷺ Di antara kami terdapat Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang lebih baik daripada kami? Kami masuk Islam di tanganmu dan kami berjihad bersamamu. Rasulullahﷺ menjawab, "Ya, suatu kaum dari kalangan orang-orang sesudah kalian; mereka beriman kepadaku, padahal mereka tidak melihatku.