Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban atau Hatim at-Tamimi al-Busti as-Sijistani
صحيح ابن حبان ٣٤٩: أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْمَكِّيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، عَنِ ابْنِ عَجْلاَنَ، عَنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ، فَإِنْ كَانَ صَاحِبُهَا سَادًّا وَقَارِبًا، فَارْجُوهُ، وَإِنْ أُشِيرَ إِلَيْهِ بِالأَصَابِعِ، فَلاَ تَعُدُّوهُ.
Shahih Ibnu Hibban 349: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Muhammad bin ‘Abbad Al Makki menceritakan kepada kami, ia berkata, Hatim bin Ismail menceritakan kepada kami, dari Ibnu ‘Ajian, dari Al Qa’qa’ bin Hakim, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pada tiap-tiap amalan itu ada kesemangatan, dan setiap kesemangatan itu ada kelemahan. Jika seseorang ingin melakukan sesuatu dengan benar dan istiqamah dan berusaha mendekatkan diri pada kebenaran66, maka harapkan kebahagiaan darinya. Namun jika ia melakukannya agar di tunjuk dengan jari (ingin dikagmi), maka janganlah kamu sekalian menganggapnya (orang yang shalih). 67 3:66
Shahih Ibnu Hibban Nomer 349