Hadits Shahih Ibnu Hibban

Hadits Shahih Ibnu Hibban

Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban atau Hatim at-Tamimi al-Busti as-Sijistani

Biografi Ibnu Hibban


صحيح ابن حبان ٣١٥: أَخْبَرَنَا بَكْرُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ سَعِيدٍ الْعَابِدُ الطَّاحِيُّ بِالْبَصْرَةِ، حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا مُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ‏:‏ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏:‏ الطَّاعِمُ الشَّاكِرُ بِمَنْزِلَةِ الصَّائِمِ الصَّابِرِ‏.‏ قَالَ أَبُو حَاتِمٍ‏:‏ شُكْرُ الطَّاعِمِ الَّذِي يَقُومُ بِإِزَاءِ أَجْرِ الصَّائِمِ الصَّابِرِ‏:‏ هُوَ أَنْ يَطْعَمَ الْمُسْلِمُ، ثُمَّ لاَ يَعْصِي بَارِيَهُ، يُقَوِّيهِ، وَيُتِمُّ شُكْرَهُ بِإتْيَانِ طَاعَاتِهِ بِجَوَارِحِهِ، لأَنَّ الصَّائِمَ قُرِنَ بِهِ الصَّبْرُ لِصَبْرِهِ عَنِ الْمَحْظُورَاتِ، وَكَذَلِكَ قُرِنَ بِالطَّاعِمِ الشُّكْرُ، فَيَجِبُ أَنْ يَكُونَ هَذَا الشُّكْرُ الَّذِي يَقُومُ بِإِزَاءِ ذَلِكَ الصَّبْرِ يُقَارِبُهُ أَوْ يُشَاكِلُهُ، وَهُوَ تَرْكُ الْمَحْظُورَاتِ عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 315: Bakar bin Ahmad bin Sa’id15-seorang ahli ibadah, keturunan Thahiyah di Bashrah, mengabarkan kepada kami, Nashr bin Ali menceritakan kepada kami, Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Ma’mar, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, “Orang makan (tidak berpuasa) yang bersyukur sejajar dengan orang puasa yang sabar.16 Abu Hatim berkata, “Syukurnya orang makan yang dapat menandingi pahalanya orang puasa yang sabar adalah orang yang makan kemudian tidak maksiat kepada Allah SWT. (Dengan nikmat Allah SWT berupa makanan itu) ia dapat menjadi kuat dan dapat menyempurnakan rasa syukurnya dengan menjalani ketaatan kepada Allah SWT dengan anggota tubuhnya. Oleh karena orang yang berpuasa harus dibarengi dengan sabar terhadap perkara yang dilarang, demikian juga orang yang makan harus dibarengi dengan rasa syukur. Dengan demikian syukurnya orang yang makan, harus mendekati atau menyamai kesabaran orang yang puasa. Yaitu dengan jalan meninggalkan perkara-perkara yang telah dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. 2:1

Shahih Ibnu Hibban Nomer 315