Hadits Shahih Ibnu Hibban

Hadits Shahih Ibnu Hibban

Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban atau Hatim at-Tamimi al-Busti as-Sijistani

Biografi Ibnu Hibban


صحيح ابن حبان ٣٧٥: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ مُكْرَمٍ بِالْبَصْرَةِ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيِّ بْنِ بَحْرٍ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سِنَانٍ أَبُو سِنَانٍ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً، قَالَ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ وَيُسِرُّهُ، فَإِذَا اطُّلِعَ عَلَيْهِ، سَرَّهُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ لَهُ أَجْرَانِ‏:‏ أَجْرُ السِّرِّ، وَأَجْرُ الْعَلاَنِيَةِ‏.‏ قَالَ أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ‏:‏ قَوْلُهُ إِنَّ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ وَيُسِرُّهُ، فَإِذَا اطُّلِعَ عَلَيْهِ سَرَّهُ مَعْنَاهُ أَنَّهُ يَسُرُّهُ أَنَّ اللَّهَ وَفَّقَهُ لِذَلِكَ الْعَمَلِ، فَعَسَى يُسْتَنُّ بِهِ فِيهِ، فَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ، كُتِبَ لَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا سَرَّهُ ذَلِكَ لِتَعْظِيمِ النَّاسِ إِيَّاهُ، أَوْ مَيْلِهِمْ إِلَيْهِ، كَانَ ذَلِكَ ضَرْبًا مِنَ الرِّيَاءِ، لاَ يَكُونُ لَهُ أَجْرَانِ وَلاَ أَجْرٌ وَاحِدٌ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 375: Muhammad bin Al Husain bin Mukram di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amru bin Ali bin Bahar menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Daud menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Sinan Abu Sinan menceritakan kepada kami, dari Habib bin Abu Tsabit, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa seseorang berkata, Wahai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, “Sesungguhnya seseorang mengerjakan amal kemudian menyembunyikannya. Maka jika amalnya itu nampak, ia pun senang?” Beliau bersabda, “Ia berhak mendapatkan dua pahala; yaitu pahala Sirri (pahala amalan secara sembunyi-sembunyi) dan pahala ‘Alaniyyah (pahala amalan secara terang-terangan).”98 Abu Hatim RA berkata, “Perkataan: 'Sesungguhnya seseorang mengerjakan amal kemudian menyembunyikannya.' Maka jika amalnya itu nampak, ia pun senang: Maknanya adalah seseorang yang senang amalnya tampak, agar Allah SWT berkenan memberikan taufik-Nya kepada dia sebab amal tersebut, dan oleh karena hal demikian memang disunahkan. Jadi bila ia memang melakukannya atas dasar itu, berarti ia berhak mendapatkan dua pahala. Namun jika ia senang menampakkan amal karena ingin diagungkan oleh manusia, atau agar manusia condong kepadanya, maka yang demikian itu merupakan satu macam dari bentuk riya, yang tidak akan mendapatkan pahala apa pun darinya. 1:2.

Shahih Ibnu Hibban Nomer 375